Cerita

Boro Tawok Sakawonkg

Sinopsis

Di sebuah hutan dekat muara sungai, hiduplah sepasang suami istri yang sedang menantikan kelahiran anak. Suatu hari, sang istri meminta sebutir telur buaya, namun permintaan itu membuat suaminya terkejut karena ada larangan untuk mengganggu telur buaya. Setelah mencari telur burung hutan selama berhari-hari tanpa hasil, suaminya bermimpi bertemu dengan kakek berjenggot putih yang memberinya petunjuk untuk menemukan telur buaya.

cover cerita
Judul Cerita Boro Tawok Sakawonkg
Penulis -
Ilustrator -
Penerbit -
Tahun Terbit -
Bahasa -
Umur Pembaca -

Boro Tawok Sakawonkg

Di sebuah hutan tidak jauh dari muara sungai hiduplah sepasang suami istri. Sang istri sedang mengandung. Suatu hari Sang istri menginginkan sebutir telur buaya. Sang suami terkejut mendengar pemintaan istrinya. Karena orang-orang tua dulunya melarang kita mengganggu telur buaya. Ia ingin menggantikan pemintaan istrinya dengan sebutir telur ayam hutan, namun sang istri tetap menolaknya. Sang suami pergi menyusuri hutan mencari telur burung-burung hutan yang telurnya menyerupai telur buaya. Berhari-hari ia melakukan pencarian namun tak kunjung menuai hasil. Suatu malam ketika seisi hutan sedang tertidur lelap, sang suami gelisah. Akhirnya ia dapat memejamkan matanya. Dalam lelapnya ia bermimpi bertemu seorang kakek berjenggot putih. Kakek berjenggot putih itu berbicara kepada sang suami. “Kembali ke tepi muara sungai, berjalanlah 100 langkah ke arah timur. Di balik semak berawa kamu akan bertemu dengan seekor buaya bcrsama 90 butir telurnya, jangan kamu beritahukan kcpada siapa pun perihal ini sebelum kamu bertemu dengan buaya itu dan mendapatkan telurnya” Setelah berbicara kakek berjcnggot putih dalam mimpi menghilang begitu saja. Keesokan harinya sang suami berpamitan kepada istrinya untuk kembali mencari telur buaya. Ia tidak menceritakan perihal mimpinya. Ia berusaha menuruti semua amanah kakek berjenggot putih itu. Sesampainya ditempat yang ditentukan ia menuju arah yang ditunjukkan oleh kakek berjenggot putih. Perlahan-lahan ia menghitung langkah kaki. Tepat pada hitungan ke-100 tatapannya tajam mengarah kepada benda di depannya. Sang suami sangat terkejut dan menghentikan langkahnya. Ia melihat seekor buaya yang sangat besar terbujur disamping telur-telurnya yang cukup banyak jumlahnya. Sang suami merasa sangat takut. Ia hendak mundur beberapa langkah, tapi ia teringat istrinya yang sedang menantikan telur buaya. Rasa takut menghantui sang Suami, apalagi sorot mata buaya itu sangat tajam dan tertuju ke arahnya. Sang suami tak dapat mengendalikan rasa takutnya, ia segera membalikan tubuhnya dan bemaksud melarikan diri. "Tunggu!!.” terdengar suara dari arah buaya. Sang suami terkejut, rasanya tidak percaya. Ia terpaku sambil terus mengamati buaya itu. “Bagaimana mungkin buaya dapat berbicara bahasa manusia?” gumamnya. “Aku tahu maksud kedatanganmu.” Sang buaya kembali berbicara. Sang suami memberanikan diri bicara kepada buaya untuk meminta sebutir telur. “Oh buaya bolehkah aku minta sebutir telur.” “Ambillah, tapi dengan syarat .” jawab sang buaya “Katakanlah apa syaratnya.” jawab sang suami. “Suatu hari jika telur - telurku menetas, kalian jangan pernah mengganggu anak cucu yang naik ke daratan dan ingin melihat manusia dari jarak yang dekat. Jika mereka datang perlakukan mereka layaknya tamu.” Sang suami paham dan menyetujui syarat yang di ajukan sang buaya, ia berjanji akan selalu menepati janjinya. Sesampainya di rumah sang suami memberikan telur buaya, kemudian ia menceritakan semua yang dialami bersama buaya dan menyampaikan segala syarat dan pesan kepada sang istri menerima dengan suka cita. Tibalah masanya, telur buaya itu menetas, jumlah 89 ekor. Jumlahnya sangat banyak. Suatu hari air sungai meluap, tampak anak-anak buaya bermunculan silih berganti di muara sungai hingga mendekati daratan. Orang -orang yang melihatnya tak satu pun mengganggu keberadaan buaya-buaya itu. Bahkan mereka selalu memberi makan buaya-buaya itu. Masyarakat di sekitarnya sudah terbiasa dengan keberadaan buaya yang selalu muncul. Karena mereka yakin bahwa buaya-buaya itu hanya ingin melihat bangsa manusia dari jarak yang sangat dekat. SELESAI NILAI PENDIDIKAN KARAKTER Dari cerita yang berjudul Boro Tawok Sakawokng, terdapat beberapa nilai pendidikan karakter yang dapat diajarkan dan digunakan dalam pembinaan dan pengembangan pendidikan karakter pada generasi millenial saat ini. Nilai pendidikan karakter yang terdapat pada cerita di atas adalah: Bertanggung jawab, amanah, sikap saleh, syukur, dapat menghormati sang pencipta dan ciptaanya, kewaspadaan, cekatan, empati, rendah hati, mau berbagi, mandiri, kerajinan, kepedulian, ketaatan, saling menyayangi (kasih sayang), patuh, keberanian, kehati - hatian, keingintahuan, gigih, teliti, perhatian, daya upaya/ usaha, kemanusiaan. PESAN MORAL Pesan moral dari cerita tersebut adalah: Manusia harus bertanggung jawab, saling mengasihi dan berbagi antar sesama ciptaan Tuhan sebagai wujud rasa syukur Manusia harus bersikap jujur, amanah, dan tidak mudah putus asa. Manusia diajarkan untuk patuh, menghargai, menyayangi dan menaruh rasa homat kepada orangtua dan semua ciptaan Tuhan. Manusia harus mencari solusi terhadap masalah Yang terjadi, dan pantang menyerah. Manusia harus menjaga keseimbangan alam dan turut melestarikan lingkungan alam. Manusia harus berpegang teguh pada amanah dan kebenaran.